Kebijakan Pengembangan Agribisnis Karet

Kebijakan operasional di tingkat on farm yang diperlukan bagi pengembangan agribisnis karet
 adalah:
  1. Penggunaan klon unggul dengan produktivitas tinggi (3000 kg/ha/th)
  2. Percepatan peremajaan karet tua seluas 400 ribu ha sampai dengan 2009 dan 1,2 juta ha sampai dengan 2025
  3. Diversifikasi usahatani karet
 dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan ternak
  4. Peningkatan efisiensi usahatani.

Di tingkat off farm kebijakan operasional yang dikembangkan adalah :

  1. Peningkatan kualitas bokar berdasarkan SNI
  2. Peningkatan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani
  3. Penyediaan kredit usaha mikro, kecil dan menengah untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama
  4. Pengembangan infrastruktur
  5. Peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir
  6. Peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran dan lain-lain.

    Kebutuhan investasi untuk peremajaan selama 2005-2009 untuk seluas 336.000 ha adalah sekitar Rp 2,41 trilyun, sedangkan selama 2005-2025 untuk seluas 1,2 juta ha adalah Rp 8,62 trilyun. Kebutuhan dana untuk investasi pada pabrik karet remah dengan kapasitas 70 ton/hari adalah Rp 25,6 milyar, namun belum perlu segera penambahan pabrik baru. Untuk kayu karet , diperlukan dana sekitar Rp 2,12 milyar untuk menghasilkan treated sawn timber dengan kapasitas 20m3/ hari.
    Kebijakan yang diperlukan untuk percepatan investasi adalah :

    1. Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif seperti pemberian kemudahan dalam proses perijinan, pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau pabrik belum berproduksi, pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk menghasilkan end product bernilai tambah tinggi yang non-ban, yang prospek pasarnya di dalam negeri cerah, adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk usaha maupun lahan bagi perkebunan, dan penghapusan berbagai pungutan dan beban yang memberatkan iklim usaha
    2. Pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat transportasi, komunikasi, dan sumber energi (tenaga listrik)
    3. Penyediaan dana dengan menghidupkan kembali pungutan dari hasil produksi/ekspor karet
 (semacam CESS) yang sangat diperlukan untuk membiayai pengembangan industri hilir, peremajaan, promosi dan peningkatan kapasitas SDM karet
    4. Pengembangan sistem kemitraan antara petani dan perusahaan, misalnya dengan pola "PIR Plus", dimana petani tetap memiliki kebun beserta pohon karetnya, dan ikut sebagai pemegang saham perusahaan yang menjadi mitranya. humas litbang deptan